Senin, 07 Maret 2016

makalah SCL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kondisi global saat ini mengalami perubahan antara lain meningkatnya persaingan, persyaratan kerja,   perubahan orientasi membutuhkan perlunya peningkatan kompetensi lulusan dan juga perubahan paradigma pengetahuan tentang belajar dan mengajar   berdampak pada perlunya perubahan kurikulum, perubahan perilaku pembelajaran yang bertujuan untuk peningkatan mutu lulusan.
Perubahan Paradigma Pembelajaran dari pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi , yang tinggal dipindahkan (ditransfer) dari dosen ke mahasiswa  menjadi pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) atau hasil tranformasi seseorang yang belajar  dan juga perubahan paradigma tentang belajar dari belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif)  menjadi belajar adalah mencari dan mengkonstruksi (membentuk ) pengetahuan aktitif dan spesifik caranya. Perubahan paradigma mengajar yang berupa penyampaian pengetahuan menjadi membelajarkan dengan berpartisipasi dengan mahasiswa membentuk pengetahuan dan menjalankan insrtuksi yang telah dirancang bergeser pada paradigma  menjalankan berbagai strategi untuk membantu mahasiswa untuk dapat belajar.
Belajar yang sama dengan menerima pengetahuan dimana siswa pasif reseptif sering dinamakan pengajaran Teacher Centered Learning (TCL). Belajar adalah berubah dan ada nilai tambah, mencari pengetahuan dengan berbagai strategi  mahasiswa aktif dan spesifik sering dinamakan pembelajaran Student  Centered Learning (SCL).

1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian Student Center Learning (SCL) ?
2. Apakah perbedaan SCL dan TCL?
3. Apakah model-model pembelajaran dalam SCL?
4. Apakah kelebihan dan kekurangan pendekatan SCL?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. mahasiswa mengetahui pengertian Student Center Learning (SCL).
2. mahasiswa mengetahui perbedaan SCL dan TCL.
3. mahasiswa mengetahui model-model pembelajaran dalam SCL.
4. mahasiswa mengetahui kelebihan dan kekurangan SCL.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN STUDENT CENTER LEARNING
SCL merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan  mahasiswa sebagai peserta didik (subyek) aktif dan mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai adult  learner, bertanggung  jawab  sepenuhnya  atas  pembelajarannya, serta mampu belajar beyond the classroom. Kelak, para alumni diharapkan memiliki dan menghayati karakteristik life-long  learning yang menguasai hard skills, soft skills, dan life-skills yang saling mendukung. Di sisi lain, para dosen beralih fungsi, dari pengajar menjadi mitra pembelajaran maupun sebagai fasilitator  (from mentor  in  the center  to guide on the side).
Materi dan model   penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3  aspek, yaitu (a) isi ilmu pengetahuan (IPTEK),  (b) sikap  mental dan etika yang dikembangkan,  dan  (c) nilai-nilai yang diinternalisasikan  kepada para mahasiswa. Di dalam proses SCL terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control.
Taksonomi intelligent tutoring systems meliputi hubungan fungsional dosen terhadap mahasiswa (tutor, penasihat, kritik, memberi bantuan, konsultan, agen) dan aktivitas dosen (mengajar, membimbing, memberi visualisasi, menjelaskan, memberi kritik, beradu pendapat, dan bahkan “menghambat ”). Memperhatikan taksonomi tadi maka dosen yang terlibat di dalam proses pembelajaran yang berorientasi SCL perlu memiliki kompetensi yang sesuai dengan proses yang sedang berjalan. Di lain pihak, penanggung jawab institusi terdepan perlu memperhatikan seluruh aspek yang terkait dan terlibat dalam proses pembelajaran (lihat gambar) agar seluruh kebijakan (policy) didasarkan untuk menjamin  terselenggaranya proses pembelajaran secara kondusif, efisien, dan efektif. Didalam proses SCL bukan hanya kompetensi dosen yang harus meningkat, tetapi perubahan paradigma dan mindset adalah merupakan hal utama.
SCL adalah pembelajaran yang terpusat pada aktivitas belajar peserta didik, bukan hanya aktivitas guru mengajar. Situasi pembelajaran dalam SCL diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Siswa belajar baik secara individu maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan.
2.      Siswa tidak sekedar kompeten dalam bidang ilmu, akan tetapi kompeten dalam belajar.
3.      Belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa dalam belajar.
4.      Belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa.
5.      Belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat, suatu keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia.
Sedangkan dalam sekolah yang menerapkan metode pembelajaran dengan model SCL mempunyai beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1.      Adanya berbagai aktifitas dan tempat belajar.
2.      Display hasil karya siswa.
3.      Tersedia banyak materi dan fasilitas belajar.
4.      Tersedia banyak tempat yang nyaman untuk berdiskusi.
5.      Terjadi kelompok-kelompok dan interaksi multi angkatan atau kelas.
6.      Ada keterlibatan masyarakat.
7.      Jam buka perpustakaan fleksibel.




A.  PERBEDAAN SCL DAN TCL
No
Teaching Centre Learning
Student Centre Learning
1
Transformasi pengetahuan dari dosen ke Mahasiswa.
Mahasiswa aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
2
Mahasiswa menerima pengetahuan secara pasif.
Mahasiswa secara aktif terlibat dalam mengelola pengetahuan.
3
Lebih menekankan pada penguasaan materi.
Tidak terfokus hanya pada penguasaan materi, tetapi juga mengembangkan sikap belajar (life long learning)
4
Single Media.
Multimedia.
5
Fungsi dosen pemberi informasi utama dan evaluator.
Fungsi dosen sebagai motivator, fasilitator dan evaluator.
6
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan terpisah.
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan berkesinambungan dan terintegrasi.
7
Menekankan pada jawaban yang benar saja.
Penekanan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dapat digunakan sebagai sumber belajar.
8
Sesuai dengan pengembangan ilmu dalam satu disiplin saja.
Sesuai dengan pengembangan ilmu dengan pendekatan interdisipliner.
9
Iklim belajar individual dan kompetitif.
Iklim yang dikembangkan bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif.
10
Hanya mahasiswa yang dianggap melakukan proses pembelajaran.
Mahasiswa dan dosen belajar bersama dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
11
Perkuliahan merupakan bagian terbesar dalam proses pembelajaran.
Mahasiswa melakukan pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran SCL.
12
Penekanan pada tuntasnya materi pembelajaran.
Penekanan pada pencapaian kompetensi mahasiswa
13
Penekanan pada bagaimana cara dosen melakukan pengajaran.
Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa melakukan pembelajaran.
14
Cenderung penekanan pada penguasaan Hard-Skill Mahasiswa
Penekanan pada pengusaan Hard Skill dan Soft Skill.



B.  MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM SCL
Student Centered Learning mendorong siswa belajar lebih aktif, mandiri, sesuai dengan cara belajarnya masing-masing, sesuai dengan perkembangan usia peserta didik. Cara belajar siswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL adalah sebagai berikut:
1)   Small Group Discussion (SGD). Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang melibatkan antara kelompok siswa dan kelompok siswa atau kelompok siswa dan pengajar untuk menganalisa, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat rancangan bahan diskusi dan aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus mengulas pada setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan siswa (1) membentuk kelompok siswa, (2) memilih bahan diskusi, (3) mempresentasikan paper dan mendiskusikannya di kelas.
2)   Role-Play and Simulation. Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih siswa tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini mahasiswa mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan model. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang situasi atau kegiatan yang mirip dengan sesungguhnya, bisa berupa; bermain peran, model, dan komputer, (2) Membahas kinerja mahasiswa. Sedangkan siswa (1) mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan, (2) memperaktekan atau mencoba berbagai model yang telah disiapkan (komputer, prototife, dll).
3)   Discovery Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian kepada siswa dengan tujuan supaya siswa dapat mencari sendiri jawabannya tanpa bantuan pengajar. Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan data atau metode untuk menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa, (2) memeriksa dan memberikan ulasan terhadap hasil belajar siswa. Sedangkan siswa (1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru, (2) Mempresentasikan secara verbal dan non verbal.
4)   Self-Directed Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada siswa, seperti tugas membaca dan membuat ringkasan. Dengan metode ini pengajar harus, (1) memotivasi dan memfasilitasi siswa, (2) memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik kemajuan belajar siswa. Sedangkan siswa (1) merencanakan kegiatan belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar sendiri, (2) inisiatif belajar dari siswa sendiri.
5)   Cooperative Learning. Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksikan konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang dan memonitor proses belajar siswa, (2) menyiapkan kasus atau masalah untuk diselesaikan siswa secara berkelompok. Sedangkan siswa (1) membahas dan menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan secara berkelompok (2) melakukan koordinasi dalam kelompok.
6)   Contextual Learning (CL). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh mahasiswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian subjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara). Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas untuk studi siswa terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan mengkaitkan dengan situasi nyata atau kerja profesional. Sedangkan siswa (1) Melakukan studi lapangan atau terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang berkaitan dengan situasi nyata.
7)   Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri. Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merangsang tugas belajar dengan berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Belajar dengan menggali atau mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2) Menganalisis strategi pemecahan masalah.
8)   Collaborative Learning (CbL). Metode ini memungkinkan siswa untuk mencari dan menemukan jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan yang ada. Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang tugas yang bersifat open ended, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompok sendiri (2) Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
9)   Project Based Learning (PjBL). Metode pembelajaran ini adalah memberikan tugas-tugas project yang harus diselesaikan oleh siswa dengan mencari sumber pustaka sendiri. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan tugas dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis (2) menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan hasil kerja di forum.
C.  KELEBIHAN DAN KEKURANGAN STUDENT CENTER LEARNING
Model student center learning sangat dianjurkan untuk diterapkan pada saat ini, karena memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah:
1.    Siswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Sehingga peserta didik memiliki keleluasaan untuk menggali potensinya dalam belajar serta memiliki kenyamanan dalam belajar tanpa adanya rasa takut untuk mengekspresikan potensi yang dimiliki.
2.    Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan adanya pendekatan SCL siswa dituntut untuk aktif sehingga motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran semakin kuat. Jika tidak, siswa akan mengalami ketertinggalan dibandingkan siswa lainnya.
3.    Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara siswa. Dengan adanya dialog dan diskusi, siswa dapat bertukar pikiran antara siswa satu dengan siswa yang lain sehingga mereka akan saling belajar-membelajarkan. Dengan demikian kemampuan siswa akan semakin terasah.
4.    Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik. Dengan adanya kebebasan berpendapat dari siswa, maka pengetahuan siswa juga akan menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi guru atau pendidik yang mungkin belum diketahui oleh guru itu sendiri.
5.    Mengaktifkan siswa. Siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan SCL.
6.    Mendorong siswa menguasai pengetahuan. Dengan adanya tuntutan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka akan mendorong siswa menguasai pengetahuan terlebih dahulu yang kemudian akan didiskusikan dengan siswa lainnya.
7.    Mengenalkan hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata. Dengan adanya pendekatan SCL, maka siswa akan mengetahui hubungan antara pengetahuan yang diajarkan oleh guru dengan kehidupan nyata.
8.    Mendorong pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis. Dengan adanya diskusi antara siswa maka pembelajaran akan semakin aktif dan siswa dituntut untuk berpikir kritis untuk menyatakan pendapatnya dalam diskusi tersebut.
9.    Mengenalkan berbagai macam gaya belajar. Dengan pendekatan SCL, akan terdapat banyak gaya belajar, misalnya diskusi, kuis, dan lain-lain.
10.     Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang pembelajar. Dengan adanya pendekatan SCL, kebutuhan siswa untuk belajar akan semakin terpenuhi. Selain itu, pendidik juga akan memperhatikan latar belakang siswa apakah siswa tersebut cepat tanggap atau tidak. Latar belakang siswa yang berbeda hendaknya memiliki penanganan yang berbeda. Mereka yang kurang tanggap diberikan pemahaman yang lebih agar mereka bisa menyesuaikan dengan siswa lainnya dan pembelajaran semakin efektif.
11.     Memberi kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment. Sehingga strategi penilaian tidak hanya dari soal tertulis, tetapi juga didasarkan pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan, student center learning juga memiliki kekurangan antara lain:
1.    Sulit diimplementasikan pada kelas besar. Pendekatan SCL sulit diimplementasikan pada kelas besar karena kelas tersebut akan terjadi kegaduhan sehingga guru mengalami kesulitan untuk mmengendalikan kelas tersebut.
2.    Memerlukan waktu lebih banyak. Dengan adanya pendekatan SCL waktu yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan TCL. Hal ini dikarenakan adanya keaktifan masing-masing siswa dalam menyampaikan pendapatnya.
3.    Tidak efektif untuk semua jenis kurikulum.
4.    Tidak cocok untuk siswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis. Siswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis akan mengalami kesulitan dalam menggunakan pendekatan SCL ini.




BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
1. Pembaca dapat memahami materi tentang student center learning (SCL)
2. Pembaca dapat menerapkan materi SCL ke dalam kehidupan nyata yaitu ketika menjadi pendidik
3. Pembaca dapat mengembangkan isi makalah tersebut setelah menerapkan pendekatan SCL

DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:Falah Production.


2 komentar:

  1. Mau tanya dong. Bagaimana menentukan model pembelajaran SCL yang tepat untuk layanan KFK konseling format khsusu?

    BalasHapus