BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kondisi global saat ini
mengalami perubahan antara
lain meningkatnya persaingan, persyaratan kerja,
perubahan orientasi membutuhkan perlunya peningkatan kompetensi
lulusan dan juga perubahan paradigma pengetahuan tentang belajar dan
mengajar berdampak pada perlunya perubahan kurikulum, perubahan
perilaku pembelajaran yang bertujuan untuk peningkatan mutu lulusan.
Perubahan Paradigma Pembelajaran dari pengetahuan dipandang sebagai sesuatu
yang sudah jadi , yang tinggal dipindahkan (ditransfer) dari dosen ke
mahasiswa menjadi pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) atau
hasil tranformasi seseorang yang belajar dan juga perubahan paradigma
tentang belajar dari belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif)
menjadi belajar adalah mencari dan mengkonstruksi (membentuk ) pengetahuan
aktitif dan spesifik caranya. Perubahan paradigma mengajar yang berupa
penyampaian pengetahuan menjadi membelajarkan dengan berpartisipasi dengan
mahasiswa membentuk pengetahuan dan menjalankan insrtuksi yang telah dirancang
bergeser pada paradigma menjalankan berbagai strategi untuk membantu
mahasiswa untuk dapat belajar.
Belajar yang sama dengan menerima pengetahuan dimana siswa pasif reseptif
sering dinamakan pengajaran Teacher Centered Learning (TCL). Belajar adalah
berubah dan ada nilai tambah, mencari pengetahuan dengan berbagai
strategi mahasiswa aktif dan spesifik sering dinamakan pembelajaran
Student Centered Learning (SCL).
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian Student Center Learning (SCL) ?
2. Apakah perbedaan SCL dan TCL?
3. Apakah model-model pembelajaran dalam SCL?
4. Apakah kelebihan dan kekurangan pendekatan SCL?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1. mahasiswa mengetahui pengertian Student Center
Learning (SCL).
2. mahasiswa mengetahui perbedaan SCL dan TCL.
3. mahasiswa mengetahui model-model pembelajaran
dalam SCL.
4. mahasiswa mengetahui kelebihan dan kekurangan
SCL.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN STUDENT CENTER LEARNING
SCL
merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai
peserta didik (subyek) aktif dan mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai
adult learner, bertanggung jawab sepenuhnya atas
pembelajarannya, serta mampu belajar beyond the classroom. Kelak, para alumni
diharapkan memiliki dan menghayati karakteristik life-long learning yang
menguasai hard skills, soft skills, dan life-skills yang saling mendukung. Di
sisi lain, para dosen beralih fungsi, dari pengajar menjadi mitra pembelajaran
maupun sebagai fasilitator (from mentor in the center
to guide on the side).
Materi
dan model penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap
meliputi 3 aspek, yaitu (a) isi ilmu pengetahuan (IPTEK), (b)
sikap mental dan etika yang dikembangkan, dan (c) nilai-nilai
yang diinternalisasikan kepada para mahasiswa. Di dalam proses SCL
terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control.
Taksonomi
intelligent tutoring systems meliputi hubungan fungsional dosen terhadap
mahasiswa (tutor, penasihat, kritik, memberi bantuan, konsultan, agen)
dan aktivitas dosen (mengajar, membimbing, memberi visualisasi,
menjelaskan, memberi kritik, beradu pendapat, dan bahkan “menghambat ”).
Memperhatikan taksonomi tadi maka dosen yang terlibat di dalam proses
pembelajaran yang berorientasi SCL perlu memiliki kompetensi yang sesuai dengan
proses yang sedang berjalan. Di lain pihak, penanggung jawab institusi
terdepan perlu memperhatikan seluruh aspek yang terkait dan terlibat dalam
proses pembelajaran (lihat gambar) agar seluruh kebijakan (policy) didasarkan
untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran secara kondusif,
efisien, dan efektif. Didalam proses SCL bukan hanya kompetensi dosen yang
harus meningkat, tetapi perubahan paradigma dan mindset adalah merupakan hal
utama.
SCL
adalah pembelajaran yang terpusat pada aktivitas belajar peserta didik, bukan
hanya aktivitas guru mengajar. Situasi pembelajaran dalam SCL diantaranya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa
belajar baik secara individu maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan.
2. Siswa
tidak sekedar kompeten dalam bidang ilmu, akan tetapi kompeten dalam belajar.
3. Belajar
menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola
pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa dalam belajar.
4. Belajar
menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru, yang mampu mengelola
pembelajarannya menjadi berorientasi pada siswa.
5. Belajar
lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat, suatu keterampilan yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Belajar
termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia.
Sedangkan
dalam sekolah yang menerapkan metode pembelajaran dengan model SCL mempunyai
beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:
1. Adanya
berbagai aktifitas dan tempat belajar.
2. Display
hasil karya siswa.
3. Tersedia
banyak materi dan fasilitas belajar.
4. Tersedia
banyak tempat yang nyaman untuk berdiskusi.
5. Terjadi
kelompok-kelompok dan interaksi multi angkatan atau kelas.
6. Ada
keterlibatan masyarakat.
7. Jam
buka perpustakaan fleksibel.
A. PERBEDAAN
SCL DAN TCL
|
No
|
Teaching
Centre Learning
|
Student
Centre Learning
|
|
1
|
Transformasi
pengetahuan dari dosen ke Mahasiswa.
|
Mahasiswa
aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
|
|
2
|
Mahasiswa
menerima pengetahuan secara pasif.
|
Mahasiswa
secara aktif terlibat dalam mengelola pengetahuan.
|
|
3
|
Lebih
menekankan pada penguasaan materi.
|
Tidak
terfokus hanya pada penguasaan materi, tetapi juga mengembangkan sikap
belajar (life long learning)
|
|
4
|
Single
Media.
|
Multimedia.
|
|
5
|
Fungsi
dosen pemberi informasi utama dan evaluator.
|
Fungsi
dosen sebagai motivator, fasilitator dan evaluator.
|
|
6
|
Proses
pembelajaran dan penilaian dilakukan terpisah.
|
Proses
pembelajaran dan penilaian dilakukan berkesinambungan dan terintegrasi.
|
|
7
|
Menekankan
pada jawaban yang benar saja.
|
Penekanan
pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dapat digunakan sebagai
sumber belajar.
|
|
8
|
Sesuai
dengan pengembangan ilmu dalam satu disiplin saja.
|
Sesuai
dengan pengembangan ilmu dengan pendekatan interdisipliner.
|
|
9
|
Iklim
belajar individual dan kompetitif.
|
Iklim
yang dikembangkan bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif.
|
|
10
|
Hanya
mahasiswa yang dianggap melakukan proses pembelajaran.
|
Mahasiswa
dan dosen belajar bersama dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
|
|
11
|
Perkuliahan
merupakan bagian terbesar dalam proses pembelajaran.
|
Mahasiswa
melakukan pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran SCL.
|
|
12
|
Penekanan
pada tuntasnya materi pembelajaran.
|
Penekanan
pada pencapaian kompetensi mahasiswa
|
|
13
|
Penekanan
pada bagaimana cara dosen melakukan pengajaran.
|
Penekanan
pada bagaimana cara mahasiswa melakukan pembelajaran.
|
|
14
|
Cenderung
penekanan pada penguasaan Hard-Skill Mahasiswa
|
Penekanan
pada pengusaan Hard Skill dan Soft Skill.
|
B. MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN DALAM SCL
Student Centered Learning mendorong siswa belajar lebih aktif, mandiri,
sesuai dengan cara belajarnya masing-masing, sesuai dengan perkembangan usia
peserta didik. Cara belajar siswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan
mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL
adalah sebagai berikut:
1) Small
Group Discussion (SGD). Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang
melibatkan antara kelompok siswa dan kelompok siswa atau kelompok siswa dan
pengajar untuk menganalisa, menggali atau memperdebatkan topik atau
permasalahan tertentu. Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat rancangan
bahan diskusi dan aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus mengulas
pada setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan siswa (1) membentuk kelompok siswa,
(2) memilih bahan diskusi, (3) mempresentasikan paper dan mendiskusikannya di
kelas.
2) Role-Play
and Simulation. Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih siswa
tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau peralatan
yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang sebenarnya. Jadi dengan
model ini mahasiswa mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan model.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang situasi atau kegiatan yang
mirip dengan sesungguhnya, bisa berupa; bermain peran, model, dan komputer, (2)
Membahas kinerja mahasiswa. Sedangkan siswa (1) mempelajari dan menjalankan
suatu peran yang ditugaskan, (2) memperaktekan atau mencoba berbagai model yang
telah disiapkan (komputer, prototife, dll).
3) Discovery
Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau penelitian
kepada siswa dengan tujuan supaya siswa dapat mencari sendiri jawabannya tanpa
bantuan pengajar. Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan data atau
metode untuk menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa, (2)
memeriksa dan memberikan ulasan terhadap hasil belajar siswa. Sedangkan siswa
(1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk
mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru, (2) Mempresentasikan secara verbal
dan non verbal.
4) Self-Directed
Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada siswa,
seperti tugas membaca dan membuat ringkasan. Dengan metode ini pengajar harus,
(1) memotivasi dan memfasilitasi siswa, (2) memberikan arahan, bimbingan dan
umpan balik kemajuan belajar siswa. Sedangkan siswa (1) merencanakan kegiatan
belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar sendiri, (2) inisiatif
belajar dari siswa sendiri.
5) Cooperative
Learning. Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi
karena kooperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran kooperatif
adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling
membantu mengkontruksikan konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap
anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan,
gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil
kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah
informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok,
presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Dengan metode ini pengajar harus, (1)
merancang dan memonitor proses belajar siswa, (2) menyiapkan kasus atau masalah
untuk diselesaikan siswa secara berkelompok. Sedangkan siswa (1) membahas dan
menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan secara berkelompok (2) melakukan
koordinasi dalam kelompok.
6) Contextual
Learning (CL). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan
dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat
dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi
konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip
pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa
dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh mahasiswa
partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on,
mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis,
konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman
sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu,
rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian subjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai
cara). Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas untuk studi siswa
terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang bersifat teori dan
mengkaitkan dengan situasi nyata atau kerja profesional. Sedangkan siswa (1)
Melakukan studi lapangan atau terjun di dunia nyata untuk mempelajari
kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang berkaitan dengan situasi
nyata.
7) Problem
Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik
dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka,
negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat
berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif,
elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi,
eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri. Dengan metode ini
pengajar harus, (1) Merangsang tugas belajar dengan berbagai alternatif metode
penyelesaian masalah (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1)
Belajar dengan menggali atau mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan
informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2)
Menganalisis strategi pemecahan masalah.
8) Collaborative
Learning (CbL). Metode ini memungkinkan siswa untuk mencari dan menemukan
jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan
yang ada. Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang tugas yang bersifat
open ended, (2) Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan siswa (1) Membuat
rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompok sendiri
(2) Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
9) Project
Based Learning (PjBL). Metode pembelajaran ini adalah memberikan
tugas-tugas project yang harus diselesaikan oleh siswa dengan mencari sumber
pustaka sendiri. Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan tugas dan
melakukan proses pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator dan
motivator. Sedangkan siswa (1) Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah
dirancang secara sistematis (2) menunjukkan kinerja dan mempertanggungjawabkan
hasil kerja di forum.
C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN STUDENT CENTER LEARNING
Model student center learning sangat dianjurkan untuk diterapkan pada
saat ini, karena memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah:
1.
Siswa atau peserta didik akan dapat
merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Sehingga peserta didik memiliki
keleluasaan untuk menggali potensinya dalam belajar serta memiliki kenyamanan
dalam belajar tanpa adanya rasa takut untuk mengekspresikan potensi yang
dimiliki.
2.
Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti
kegiatan pembelajaran. Dengan adanya pendekatan SCL siswa dituntut untuk aktif
sehingga motivasi siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran semakin kuat.
Jika tidak, siswa akan mengalami ketertinggalan dibandingkan siswa lainnya.
3.
Tumbuhnya suasana demokratis dalam
pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan
di antara siswa. Dengan adanya dialog dan diskusi, siswa dapat bertukar pikiran
antara siswa satu dengan siswa yang lain sehingga mereka akan saling
belajar-membelajarkan. Dengan demikian kemampuan siswa akan semakin terasah.
4.
Dapat menambah wawasan pikiran dan
pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa
mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik. Dengan adanya kebebasan
berpendapat dari siswa, maka pengetahuan siswa juga akan menambah wawasan
pikiran dan pengetahuan bagi guru atau pendidik yang mungkin belum diketahui
oleh guru itu sendiri.
5.
Mengaktifkan
siswa. Siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan SCL.
6.
Mendorong
siswa menguasai pengetahuan. Dengan adanya tuntutan siswa untuk aktif dalam
kegiatan pembelajaran, maka akan mendorong siswa menguasai pengetahuan terlebih
dahulu yang kemudian akan didiskusikan dengan siswa lainnya.
7.
Mengenalkan
hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata. Dengan adanya pendekatan SCL, maka
siswa akan mengetahui hubungan antara pengetahuan yang diajarkan oleh guru
dengan kehidupan nyata.
8.
Mendorong
pembelajaran secara aktif dan berpikir kritis. Dengan adanya diskusi antara
siswa maka pembelajaran akan semakin aktif dan siswa dituntut untuk berpikir
kritis untuk menyatakan pendapatnya dalam diskusi tersebut.
9.
Mengenalkan
berbagai macam gaya belajar. Dengan pendekatan SCL, akan terdapat banyak gaya
belajar, misalnya diskusi, kuis, dan lain-lain.
10.
Memperhatikan
kebutuhan dan latar belakang pembelajar. Dengan adanya pendekatan SCL,
kebutuhan siswa untuk belajar akan semakin terpenuhi. Selain itu, pendidik juga
akan memperhatikan latar belakang siswa apakah siswa tersebut cepat tanggap
atau tidak. Latar belakang siswa yang berbeda hendaknya memiliki penanganan
yang berbeda. Mereka yang kurang tanggap diberikan pemahaman yang lebih agar
mereka bisa menyesuaikan dengan siswa lainnya dan pembelajaran semakin efektif.
11.
Memberi
kesempatan pengembangan berbagai strategi assessment. Sehingga strategi penilaian tidak hanya dari
soal tertulis, tetapi juga didasarkan pada keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan, student center learning
juga memiliki kekurangan antara lain:
1.
Sulit
diimplementasikan pada kelas besar. Pendekatan SCL sulit diimplementasikan pada
kelas besar karena kelas tersebut akan terjadi kegaduhan sehingga guru
mengalami kesulitan untuk mmengendalikan kelas tersebut.
2.
Memerlukan
waktu lebih banyak. Dengan adanya pendekatan SCL waktu yang dibutuhkan lebih
banyak dibandingkan dengan pendekatan TCL. Hal ini dikarenakan adanya keaktifan
masing-masing siswa dalam menyampaikan pendapatnya.
3.
Tidak efektif
untuk semua jenis kurikulum.
4.
Tidak cocok
untuk siswa yang tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis. Siswa yang
tidak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan pendekatan SCL ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
1. Pembaca dapat memahami materi tentang student
center learning (SCL)
2. Pembaca
dapat menerapkan materi SCL ke dalam kehidupan nyata yaitu ketika menjadi
pendidik
3. Pembaca
dapat mengembangkan isi makalah tersebut setelah menerapkan pendekatan SCL
DAFTAR
PUSTAKA
Sudjana,
D. 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung:Falah
Production.